Lampung Selatan,– Pejabat sementara (Pjs) Drs. H. Sulpakar, MM, mengeluarkan Surat Edaran Nomor. 10 Tahun 2020 tentang “Larangan bagi Aparatur Sipil Negara, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan atau Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 Kabupaten Lampung Selatan”.
Surat Edaran yang dikeluarkan pada 5 Oktober 2020, melarang ASN, Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota BPD untuk ikut serta sebagai pelaksana dan bertindak sebagai tim kampanye dalam Pilkada di Lampung Selatan.
Dasar dikeluarkannya surat edaran Pjs Bupati Lampung Selatan, Ketentuan Pasal 10 UU No. 20 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-undang.
Undang-Undang Nomor. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum meliputi :
Pasal 280 mengatur larangan mengikutsertakan dalam kampanye bagi ASN, Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota BPD.
Pasal 282, mengatur larangan bagi pejabat Negara, Pejabat Struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa dalam membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Pasal 283 mengatur larangan bagi pejabat negara, Pejabat Struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.
Pasal 283 mengatur larangan bagi pejabat negara, Pejabat Struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.
Pasal 494 menyatakan, bahwa setiap ASN, anggota TNI dan POLRI, Kepala Desa/Kelurahan,Perangkat Desa/kelurahan, Anggota Badan Pemusyawaratan Desa/Kelurahan, yang melanggar larangan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama (1) satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta. (sof/nas)