Sejarah Hutan Lindung Gunung Balak Lampung Timur

1846

LAMPUNG TIMUR, mewslampung.com– Gunung Balak adalah sebuah gunung yang terletak di antara wilayah Kecamatan Way Jepara, Sukadana, Labuhan Maringgai dan Jabung Kabupaten Lampung Tengah (Sekarang Lampung Timur). Wilayah Gunung Balak ditetapkan sebagai kawasan hutan register 38 melalui Besluit Residen No. 664 tahun 1935 dengan luas 19.680 Ha.

Kawasan hutan ini mulai di buka penduduk pada tahun 1963. Ketika itu beberapa tokoh organisasi Barisan Tani Indonesia (BTI) underbow Partai Komunis Indonesia (PKI) yaitu Karni, Karno, Djamal, Cokro dan Murdjito membuka bagian timur kawasan hutan dan membuat calon perkampungan atau Umbulan.

Areal yang dibuka berada di bagian dalam hutan, sedangkan bagian luarnya di biarkan berhutan sebagai tabir sehingga tidak terlihat dari luar. Selanjutnya puluhan penduduk sekitar diajak para tokoh BTI untuk menggarap dan menempati sekitar 1200 Ha areal yang telah dibuka.

Baca jugaLima Rumah Tidak Layak Huni di Pekon Sinar Betung Tanggamus Harapkan Pemugaran
Pada tahun 1965 atau masa terjadinya pemberontakan PKI, areal yang dibuka ini telah ditempati sekitar 2.560 orang terbagi kedalam 4 wilayah yaitu berdikari blok I, II, III dan IV.

Kemudian 8 tokoh BTI setempat di tangkap militer, 2 diantaranya yaitu Midjo dan Murdjito tewas dalam perjalanan. Sedangkan yang lain ditahan oleh aparat pemerintah dan keamanan setempat. Warga lain yang terlibat PKI tidak ditangkap tetapi hanya diwajibkan melapor seminggu sekali.

Warga yang tidak terlibat PKI tetap diperbolehkan menggarap lahan hutan yang telah ditebangi, tetapi tidak di perbolehkan menebang dan membuka hutan lagi.

Baca jugaKodim 0429/Lamtim Kembali Terima Vaksin Tahap I
Tahun 1966 nama-nama umbulan berdikari diganti Blok I menjadi dukuh atau Dusun Srikaton, Blok II menjadi Srimulyo, Blok III menjadi Srikaloko dan Blok 4 menjadi Sriwidodo.

Pedukuhan pedukuhan ini kemudian dikenal sebagai 4 Sri, dan secara administrasi masuk wilayah Desa Sadar Sriwijaya, Kecamatan Labuhan Maringgai. Pada tahun 1966, penduduk 4 Sri memperoleh izin membuka hutan untuk usaha tani dari Ir TML Tobing selaku Kepala Dinas Kehutanan Tingkat I Lampung.

Dan sejak saat itu, wilayah 4 Sri berkembang. Tabir hutan sebagian luar perkampungan dibuka dan penduduk baru terus berdatangan hingga tahun 1971 penduduk sudah lebih dari 12000 jiwa, dan sekitar 2300 orang menurut pihak militer setempat di nyatakan sebagai Ex BTI atau PKI.

Tindakan pengamanan terhadap mereka berupa penangkapan, penahanan dan pengawasan khusus masih seringkali dilakukan di antaranya terdapat pula anggota BTI.

Kemudian, masih di tahun 1966, Dinas Kehutanan Tingkat 1 Lampung kembali mengeluarkan izin untuk menggarap kawasan hutan di lokasi yang berdekatan dengan 4 Sri. Dari izin tersebut lalu berkembang menjadi Desa Bandar Agung.

Pada tahun 1968, Gunung Balak panen raya jagung kedelai dan padi. Hasil panen melimpah, padahal daerah-daerah lain mengalami paceklik karenanya semakin banyak penduduk luar bermukim dan menggarap lahan yang didapat dari membeli atau membuka hutan.

Tahun 1969, bagian selatan kawasan hutan Gunung Balak juga mulai dibuka. Pembukaan hutan dikoordinir oleh kantor veteran Metro di pimpin Rivai Akil dan Subandi yang juga memperoleh ijin tebang dari Ir Rochimay G selaku Kepala Dinas Kehutanan Tingkat I Lampung.

Areal yang dibuka kemudian berkembang menjadi 4 pedukuhan yaitu Bandung Jaya, Ogan Jaya, Sidodadi dan Sidorejo. Pada tahun 1969 ini, Kepala Dinas Kehutanan Tingkat 1 Lampung juga memberikan izin tebang kepada T. Khapi pengusaha kayu veteran asal Bandung Jawa Barat yang datang di 4 Sri setahun sebelumnya.

Areal izin tebang ini termasuk ke dalam pedukuhan Bandung Jaya seluas 3.624 Ha dan lahan bekas tebangan ini oleh T. Khapi kemudian dibagikan kepada warga yang mau beli atau memberi ganti rugi. Namun, akibat tindakan itu, T. Khapi diajukan ke Pengadilan Negeri Metro dengan tuduhan merusak hutan, tapi setelah 2 tahun di tahanan ia di bebaskan.

Pada tahun 1971, Dinas Kehutanan tingkat I Lampung kembali memberikan izin membuka hutan seluas 500 Ha untuk jangka waktu 5 tahun. Kawasan yang di buka berada di wilayah Barat hutan Gunung Balak, dan karena Yayasan Badan Kerja Tani (Yabhakti), areal ini kemudian berkembang menjadi unggulan pedukuhan yang di beri nama Yabhakti.

Di pedukuhan Yabhakti ini ternyata sudah ada pula 500 kepala keluarga (KK) penduduk lain yang membeli lahan dari M. Basri seorang warga asli Sukadana yang bergelar Sultan Kencana. Ia mengklaim mewarisi tanah adat seluas 3500 hektar termasuk 500 hektar lahan yang sudah di serahkan Dinas Kehutanan kepada warga Yabhakti.

Kemudian terjadilah konflik antara Sultan Kencana, warga Yabhakti dan Dinas Kehutanan. Demikian sedikit kisah cerita seputar Hutan Lindung Register 38 Gunung Balak.
Editor : Waris Afandi ( WA )

Di kutip dari Radar 24