Tiga Penyebab Tertinggi Perkara Sengketa Tanah Di Lamsel, Tanah Tidak Dikuasai Pemilik, Tanah Tidak Jelas Asal Usulnya, Dan Berbagi Warisan

146

Tiga Penyebab Tertinggi Perkara Sengketa

KALIANDA– Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Selatan menyebutkan untuk perkara sengketa pertanahan di Lampung Selatan, sebagian besar disebabkan karena pemilik tanah tidak menguasai tanah tersebut. Akibat itu, masyarakat sekitar atau pihak yang memanfaatkan tanah tersebut mengajukan pembuatan sertipikat tanah. “Inilah yang menjadi penyebab pertama pada perkara sengketa tanah di Lampung Selatan. Setelah itu, penyebab lainnya banyak didominasi karena tidak jelasnya asal usul tanah. Lalu, penyebab ketiga tertinggi disebabkan karena persoalan waris,” jelas Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Tanah BPN Lamsel Danang Virkusi, saat ditemui media ini di kantor BPN Lamsel, Kamis (7/12/2023).

Dalam penjelasannya, saat ini pihaknya sudah bertukar infornasi, kerjasama dan berkolaborasi dengan Pemkab Lamsel, khusus dibagian Tapem dan Perkim guna penanganan perkara persengketaan pertanahan di Lampung Selatan, yang akan berdampak luas. “Berdasarkan rekapitulasi kami perkara persengketaan tanah di Lamsel ada sebanyak 48 perkara. Sebanyak 41 perkara sengketa sedang ditangani Pengadilan Negeri dan sebanyak 7 perkara sedang ditangani Pengadilan Tata Usaha,” tambah Danang, usai gelar perkara persengketaan di kantor BPN setempat.

Kesempatan itu, Danang Virkusi mengungkapkan sesuai hasil tukar informasi dengan bagian pertanahan di Pemkab Lamsel, bahwa perkara sengketa tanah yang berpotensi berdampak luas di masyarakat, yakni perkara sengketa tanah di Desa Marga Catur, Kalianda dan di Rejosari PTPN Natar. “Untuk laporan persengketaan di daerah itu, yakni untuk di daerah rejosari sudah masuk ke kami. Bahkan, sudah dalam proses penanganan di Polres Lamsel,” ucap Danang seraya menjelaskan khusus untuk di daerah Marga Catur, permasalahan utamanya bukan masalah perkara persengketaan lagi. “Tapi, masalahnya sudah ada putusan hanya saja tidak bisa dieksekusi karena lokasi tanahnya yang tidak jelas,” tutup Danang Virkusi, pria kelahiran Jawa Tengah, yang dibesarkan di Makasar ini. (asof)