Sidang Perdana, Penggugat Sebut Salah Tafsir Dewan Pers Lampaui Kewenangan

158

NASIONAL– Sidang perdana gugatan terhadap Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan Verifikasi Perusahaan Pers yang dinilai bermasalah dan telah merugikan hak konstitusi para pekerja pers, dimulai. Seperti dilangsir dan mengutif melalui media online Rakyatplus.com, bahwa pada sidang perdana permohonan gugatan tersebut, Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat meminta pihak principal atau pemohon untuk terlebih dahulu dapat menguraikan pokok persoalan yang dijadikan materi penggugat. Yakni, Uji Kompetensi Wartawan dan Verifikasi Perusahaan Pers yang dianggap bermasalah dan merugikan hak konstitusional para pemohon.

Permintaan ketua majelis hakim ke pemohon untuk terlebih dahulu dapat menguraikan pokok materi gugatannya itu, diperlukan sebagai saran dan masukan majelis hakim. Tujuannya, untuk keperluan perbaikan permohonan uji materil pasal 15 ayat (2) huruf f dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Permintaan Ketua Majelis Hakim itu disampaikan ke penggugat, setelah terlebih dahulu mendengar penjelasan pihak pemohon, pada sidang perdana sebagai uji materil gugatan di ruang sidang utama Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Rabu siang ( 25/8).

“Uraian tentang pokok materi gugatan yang telah disampaikan itu, agar nantinya dibuatkan narasinya dan didiskusikan dengan kuasa hukum. Hal ini bertujuan agar dapat dituangkan kedalam perbaikan permohonan materi gugatan, sehingga narasinya lengkap. Karena, kesimpangsiuran narasi bisa nemunculkan perbedaan pengertian. Ini disebabkan oleh pasal 15 itukan,” tukas Hidayat, saat memberi arahan kepada pihak pemohon.

Sementara itu, Kuasa Hukum Pemohon Umbu Rauta, menjelaskan kepada Majelis Hakim MK, bahwa sebagai dampak dari salah tafsir pasal 15 ayat 2 huruf f, terutama pada frasa memfasilitasi, maka dewan pers telah mengambil alih peranan sebagai pembentuk peraturan pers.

“Sedangkan jika ditafsirkan makna memfasilitasi organisasi pers, menurut pemohon maka kewenangan menyusun peraturan pers itu ada pada organisasi pers, bukan pada dewan pers. Akibat salah tafsir itu, berdampak munculah peraturan-peraturan dewan pers yang menurut organisasi pers telah melampaui kewenangannya,” sebut kuasa hukum pemohon Umbu, saat menguraikan pokok materi gugatan kepada Majelis Hakim.

Kesempatan yang sama, Heintje Mandagi selaku pemohon, juga sempat memberi penjelasan tentang Peraturan Dewan Pers yang digunakan sebagai salah dasar pembuatan sejumlah peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, terkait kerja sama media dengan pemerintah.

“Intinya sebagai akibat adanya salah tafsir itu, pemerintah hanya mau menerima kerjasama dengan media atau perusahaan pers yang sudah terverifikasi dewan pers dan pimpinan redaksinya harus mengantongi sertifikat UKW. Ketentuan itu versi dewan pers, bukan versinya Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Ini suatu kesalahan dan merugikan pihak lain, termasuk merugikan pemohon,” tambah Umbu.

Pemohon lainnya, Soegiharto Santoso menjelaskan ke majelis hakim, bahwa pihaknya sudah mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi, sesuai ketentuan melalui BNSP sejak 2019 lalu. “Kami menjadi pioner dalam mendirikan LSP Pers yang akan mendapatkan lisensi dari BNSP,” ujar Hoky, sapaan akrabnya.

Untuk diketahui, dalam sidang perdana tersebut
yang menjadi Anggota
Majelis Hakim pada perkara: Nomor 38/PUU-XIX/2021, adalah Manahan M. P. Sitompul, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Sidang perdana yang dilakukan secara daring atau online itu, turut hadir Heintje Grontson Mandagie sebagai Pemohon I, Hans M Kawengian sebagai Pemohon II, dan Soegiharto Santoso sebagai Pemohon III. Pada sidang perdana itu, majelis hakim MK menyatakan untuk memberi kesempatan kepada pihak pemohon guna melengkapi dan memperbaiki materi gugatannya atau permohonan, terhitung 14 hari ke depan. “Sidang lanjutan perkara ini akan dilaksanakan pada 7 September 2021 mendatang,” sebut Ketua Majelis Hakim sambil mengetuk palu hakimnya.

Sedangkan untuk para Kuasa Hukum Pemohon terdiri dari lima orang, yakni DR. Umbu Rauta, SH., M.Hum., Hotmaraja B. Nainggolan, SH., Nimrod Androiha, S.H., Christo Laurenz Sanaky, S.H. dan Vincent Suriadinata, S.H., M.H. Dalam sidang perdana secara daring itu,
kuasa hukum Vincent Suriadinata, S.H., M.H. dan Christo Laurenz Sanaky, S.H. secara bergantian membacakan isi permohonan sampai pada petitum. (Ism/Ibr/sof)